Suatu pagi yang cerah, Supri menyambangi rumah Harno sahabatnya. Kebetulan Harno sedang duduk di teras, menikmati secangkir Rinso hangat sambil membaca koran.
"Har.." Supri berdiri dengan kepala tertunduk sambil menyatukan kedua telapak tangannya di depan titit.
"Eh Supri.. Ada apa tumben pagi-pagi ke sini? Biasanya kamu bangun tidur abis Ashar kan?"
"Hehe.. Gini.. To the point aja ya.." Supri menggaruk-garuk kepalanya, diikuti benda kecil-kecil berwarna putih yang berjatuhan. Pundaknya terlihat seperti miniatur white christmas.
"Iya.. Iya.. Gimana?"
"Gini.. Ningsih, pacarku yang aku dapetin dari twitter itu, ngajakin nikah secepatnya.."
"Wah.. Bagus itu, daripada kamu zinah online terus.." Harno terlihat antusias dengan rencana Supri untuk menikah. Dia letakkan kacamata bacanya di sebelah cangkir yang mulai dingin itu.
"Tapi Har.. Masalahnya.. Aku ndak ada biaya buat nikah.. Sedangkan ibunya Ningsih minta aku nikah di gelora Bung Karno, serta mengundang reporter Al-Jazeera"
"Wah.. Emang kamu ndak ada tabungan sama sekali? Bukannya gajimu dari perusahaan kloset goyang itu gede ya, Pri?"
"Gede sih.. Tapi kan pengeluaranku juga gede.. Hehehe.. Jadi, kamu mau minjemin aku duit nggak, Har?" Muka Supri merah padam.
"Kamu nggak lihat keadaanku ya? Aku aja tidur di mesin cuci bekas. Dan tiap hari ngaduk-ngaduk tempat sampah gini loh!" Harno berdiri menyongsong Supri.
"Jadi kamu nggak mau bantuin aku Har?"
"Bukannya nggak mau, tapi nggak bisa. Lagian ya, Pri.. Kalo buat nikah aja kamu ngutang, gimana kamu mau ngurus anak istrimu nanti? Beliin susu, beliin pakaian, beliin iPad, beliin Power Bank? Udah lah.. Ditunda dulu nikahmu sampe kamu bisa me-manage keuanganmu itu.. Masa depan itu adalah ledakan yang kamu rancang dari sekarang. Bisa jadi kembang api yang indah, atau jadi bom yang mematikan. Itu pilihanmu sendiri." Harno menepuk pundak Supri dan menatap matanya dalam-dalam.
"Malah diceramahin.. Yowis ah.. Aku pamit dulu!" Supri ngeloyor pergi sambil pipis sembarangan di seluruh penjuru teras rumah Harno yang seluas 1 meter itu.
Dari cerita di atas, gue setuju banget dengan opini si Harno soal masa depan. Dari apa yang gue liat di sekitar gue, banyak banget orang yang nyepelein masa depan. Mungkin motto mereka, "Apa yang bisa dinikmati hari ini, ya habiskan hari ini". Sedangkan motto hidup gue, seperti di postingan ini, "Calon orang sukses adalah orang yang mau menunda kesenangannya".