“Siapa sih ini? Nggak jelas banget, cuma beli mobil doang ditaruh sosmed!”
“Banyak banget sih fans nih orang? Padahal kontennya alay!”
“Yang follow nih orang pasti goblog semua. Gue nggak bakal mau jadi bagian dari mereka!”
Itu adalah komentar yang sering gue denger dari temen gue, sebut saja Supri. Dia adalah orang yang seneng banget main sosmed. Bukan untuk mencari hiburan, melainkan untuk melampiaskan semua isi kepala yang disiksa oleh persoalan. Setiap kali Supri nunjukin gue sebuah akun sosmed dan berkomentar negatif seperti di atas, gue cuma jawab, “Emang lo kenal sama dia?”
Dan pertanyaan gue itu akan dia jawab dengan, “Males banget kenal sama orang kayak begini!”
Dengan santai, gue menjawab lagi, “Kalo lo nggak kenal, kenapa lo bisa benci banget sama tuh orang?”
“Soalnya di video-videonya, dia tengil banget! Jadi pengin nabok!” Timpal Supri.
“Tengilnya gimana?” Gue tanya lagi sambil berpangku dagu.
“Ya.. Masa beli mobil doang dibikin video, terus diupload!” Supri menjelaskan sambil menunjukkan video orang yang dia maksud. Gue lalu melihat isi video yang Supri maksud. Selesai menonton video itu, gue menghela nafas, dan bertanya, “Apa yang lo komplain dari video ini? Dia cuma nunjukin setelah kerja keras dan nabung selama 3 tahun, akhirnya dia bisa beli mobil sendiri.”
Supri gantian menghela nafas, “Ya menurut gue nggak penting aja mamerin hal-hal sok mewah gini ke depan umum. Kesombongan yang terselubung. Ngabisin kuota orang buat hal yang nggak penting, tau!”
Gue tepuk pundak Supri, lalu gue tanya, “Kalo menurut lo nggak penting, ngapain lo tonton?”
Supri mencoba untuk mengelak, “Nongol di halaman rekomendasi. Ya gue tonton lah!”
“Lo nggak perlu nonton kalo nggak tertarik sih. Nggak perlu komplain sambil lanjut nonton ampe kelar, kan?” Gue lirik mata Supri.
“Arrrghh.. Lo nggak bakal ngerti deh!” Supri pun segera cebok, dan meninggalkan gue yang masih duduk jongkok di atas kloset yang separuhnya tadi dia dudukin.
Hari gini, gue sering banget nemu orang-orang kayak Supri. Tipe orang yang akan komplain tentang apapun hal baik yang diterima orang. Pemenang olimpiade renang, dikomplain karena nggak pake hijab pas renang. Lulusan Harvard, dikritik karena kuliah di negara kafir. Atau juara taekwondo mewakili negara, dikomenin ‘apalah arti juara di dunia, tapi di akhirat belum tentu masuk surga’. Gue sebenarnya eneg dengan manusia-manusia semacam ini. Yang menganggap apapun pencapaian orang lain itu rendah, atau mencari kekurangan orang lain di saat dia melihat kelebihan orang itu. Gue curiga, orang-orang ini hanya dengki saja. Buat orang dengki, apapun yang positif akan terlihat negatif. Apapun yang membuatnya merasa kecil, akan dia benci.
Gue juga sebel sama orang yang bisa ngebenci banget orang terkenal yang belum pernah berinteraksi langsung dengan mereka. Sampe-sampe, tiap hari meluangkan waktu untuk menghinanya. Kalo gue tanya, kenapa mereka melakukan itu, jawabannya template banget. “Kalo nggak mau ada yang benci ya nggak usah jadi orang terkenal. Punya fans itu pasti juga bakal punya haters!”
Dengan alasan seperti itu, kenapa logikanya nggak diubah begini, “Kalo nggak suka, kenapa nggak cuek dan fokus ke artis yang disuka aja? Kenapa harus terus menerus memperhatikan artis itu dan meluangkan waktu setiap hari untuk menyerangnya?”
Gue sadar, kadang orang main internet emang buat nyari hiburan. Namun ada juga yang main internet untuk nyari pelampiasan. Hiburan buat orang normal, adalah video atau foto lucu yang bikin mereka lupa masalah sesaat. Namun hiburan bagi orang yang sudah cacat jiwa, adalah dengan cara membenci dan mencela. Hanya itu yang bisa membuat hati mereka lega. Jadi ya.. Bisa dibilang, mereka ini psikopat di dunia maya. Kalo kebablasan, bisa jadi psikopat di dunia nyata. Sudahlah ya.. Yang penting nggak ngajak gila aja.
Kembali ke topik, rasa iri memang sering dibiaskan dengan kebencian. “Gue harus benci sama orang keren itu biar gue keliatan lebih keren”. Padahal, orang iri atau dengki itu sebenarnya adalah orang-orang yang minderan. Dan sayangnya, selain minderan, mereka nggak bisa berjuang biar bisa lebih baik dari orang yang dia targetkan. Karena mereka nggak mampu berjuang untuk bersaing, akhirnya mereka memilih jalan pintas, yaitu membenci. Selain membenci, mereka akan mengajak orang lain untuk ikut membenci. Sehingga mereka nggak merasa kecil sendiri. Sehingga mereka bisa sedikit mengobati rasa iri.
Teman-teman, iri dengki adalah salah satu penyakit hati. Efek dari penyakit ini nggak cuma sekedar membuat lo jadi pembenci, melainkan juga akan membuat lo jadi orang yang selalu berdiam diri. Lo nggak akan pernah mau menganggap pencapaian orang lain sebagai motivasi. Lo pelan-pelan akan menganggap orang lain dengan berbagai kesuksesan mereka adalah hal yang harus dihindari. Lo nggak akan pernah mau mengikuti jejak orang sukses itu karena gengsi. Endingnya? Lo bakal selalu begini, nggak ngapa-ngapain, selain membenci dan membenci. Lo akan sibuk membenci, bukannya sibuk memperbaiki diri. Lo akan menghabiskan banyak waktu untuk melihat hidup orang dan mencari kekurangan mereka, sehingga lo lupa introspeksi. Dan kalo terus begitu, amit-amit lo akan mati dengan segala rasa benci kepada orang-orang yang lebih sukses, dan juga lo akan mati dalam kondisi membenci diri sendiri karena tak kunjung sukses.
Untuk itu, gue mengajak lo untuk lebih positive thinking. I do believe, positive life starts from positive thinking. Mari hindari hal yang merugikan diri maupun orang lain. Cuekin hal yang lo rasa nggak suka, tanpa perlu fokus menghina. Ikuti hal-hal yang kira-kira bisa menularkan kebaikan, lalu ikut praktekkan. Selain itu, jangan pelihara resistansi diri terhadap kebaikan-kebaikan orang lain. Jadikan pencapaian orang sebagai motivasi, “Dia bisa beli itu karena dia fokus dan tekun, gue juga bakal bisa beli itu karena gue fokus dan tekun”.
Bayangkan, kalo seluruh waktu yang selama ini kita pakai untuk stalking akun orang yang kita benci, untuk mikirin makian yang paling sadis, untuk ghibah sama netizen, kita pakai untuk rajin bekerja atau setidaknya untuk merintis usaha, mungkin saat ini hidup kita akan jauh berbeda. Coba renungkan, dari semua komentar negatif yang sudah pernah kita lempar di internet, kita sudah dapat pencapaian apa? Bisakah itu semua kita banggakan kepada dunia? “Eh! Kemarin gue abis ngatain Mulan Jameela, dong! Yes!” Sakit.
Gue sangat yakin, kita bisa jadi apapun yang kita mau, selama kita mau belajar terus. Rasa iri dengki yang dipelihara adalah hambatan kita untuk belajar. Karena kita merasa sudah terpelajar, sehingga pencapaian orang lain kita anggap sebagai hal yang tidak wajar. So, mari hapus rasa iri dengki, dan mulai belajar untuk menghargai serta tak malu untuk mengakui bahwa ada kesuksesan orang lain yang membuat kita termotivasi untuk mengikuti. Berawal dari pengakuan, akan ada keinginan, dari keinginan, akan ada perjuangan, setelah ada perjuangan, barulah kita menerima pencapaian.
Silakan diingat saja bahwa, “Selama yang lo lakuin cuma itu-itu saja, hidup lo juga bakal selalu begitu-begitu saja”.